DEFINISI
Aspergilosis merupakan infeksi yang terutama menyerang paru-paru.
Spesies Aspergillus merupakan jamur yang umum ditemukan di materi organik. Meskipun terdapat lebih dari 100 spesies, jenis yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia ialah Aspergillus fumigatus dan Aspergillus niger, kadang-kadang bisa juga akibat Aspergillus flavus dan Aspergillus clavatus yang semuanya menular dengan transmisi inhalasi.
Aspergilosis merupakan infeksi yang terutama menyerang paru-paru.
Spesies Aspergillus merupakan jamur yang umum ditemukan di materi organik. Meskipun terdapat lebih dari 100 spesies, jenis yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia ialah Aspergillus fumigatus dan Aspergillus niger, kadang-kadang bisa juga akibat Aspergillus flavus dan Aspergillus clavatus yang semuanya menular dengan transmisi inhalasi.
Aspergillus dapat menyebabkan spektrum penyakit pada manusia, bisa jadi akibat reaksi hipersensitivitas hingga bisa karena angioinvasi langsung. Umumnya Aspergillus akan menginfeksi paru-paru, yang menyebabkan empat sindrom penyakit, yakni Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA), Chronic Necrotizing Pneumonia Aspergillosis (CNPA), Aspergiloma, dan Aspergilosis invasif. Pada pasien yang imunokompromais aspergilosis juga dapat menyebar ke berbagai organ menyebabkan endoftalmitis, endokarditis, dan abses miokardium, ginjal, hepar, limpa, jaringan lunak, hingga tulang.
ABPA merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap kolonisasi aspergilosis di daerah pohon trakeobronkial dan terjadi berkaitan dengan asma dan fibrosis kistik. Pada sinusitis alergik akibat jamur juga dapat terjadi sendiri atau bersama dengan ABPA. Adapun aspergiloma merupakan fungus ball (misetoma) yang terjadi karena terdapat kavitas di parenkim akibat penyakit paru sebelumnya. Penyakit yang mendasarinya bisa berupa TB (paling sering) atau proses infeksi dengan nekrosis, sarkoidosis, fibrosis kistik, dan bula emfisema. Fungus ball ini dapat bergerak di dalam kavitas tersebut namun tidak menginvasi dinding kavitas. Adanya fungus ball menyebabkan terjadinya hemoptisis yang berulang.
CNPA merupakan proses subakut yang biasanya terdapat pada pasien imunosupresi, terutama berkaitan dengan penyakit paru sebelumnya, alkoholisme, atau terapi kortikosteroid kronik. Sering kejadian ini terlewat karena sulit dikenali hingga akhirnya terbentuk infiltrat paru dengan kavitas. Aspergilosis invasis juga terjadi karena imunosupresi dengan gejala progresif yang cepat dan fatal meliputi invasi ke pembuluh darah dengan berakibat infiltrat multifokal yang lebar dan berkavitas di sekitar pleura, menjalar hingga ke sistem saraf. Status imunosupresi yang sering menyebabkan aspergilosis invasif ialah AIDS, penyakit granulomatosa kronik, netropenia, tranplantasi sumsum tulang atau organ padat.
PENYEBAB
Jamur Aspergillus.
Jamur Aspergillus.
Jamur ini biasa ditemukan dalam tumpukan pupuk, di sekeliling rumah, pada makanan dan dalam tubuh. Beberapa orang akan menunjukkan reaksi alergi bila Aspergillus menyentuh permukaan tubuhnya, meskipun belum sampai menyusup ke dalam aringan dan menyebabkan infeksi.
Tanda dan gejala
ABPA merupakan sindrom yang sering terjadi pada pasien asma dan fibrosis kistik sehingga bermanifestasi dengan demam dan infiltrat paru yang tidak responsif dengan terapi antibakterial. Penderita mengeluh batuk produktif dengan gumpalan mukus yang dapat membentuk kerak di bronkus., kadang menyebabkan hemoptisis. ABPA juga bisa terjadi berbarengan dengan sinusitis fungal alergik, dengan gejala sinusitis di dalamnya dengan drainase sinus yang purulen.
Aspergiloma bisa juga tidak menimbulkan gejala klinis tertentu selain penyakit utama yang mendasarinya, yakni TBC, sarkoidosis, atau proses nekrosis lain di paru. Pada pasien HIV aspergiloma dapat terjadi pada area yang berkista akibat infeksi pneumonia Pneumocystis carinii. Dari semua pasien aspergiloma, 40-60%nya akan mengalami hemoptisis yang masif dan mengancam nyawa. Kadang-kadang aspergiloma juga dapat menyebabkan batuk-batuk dan ddemam berkepanjangan.
CNPA bermanifestasi sebagai pneumonia subakut yang tidak responsif terhadap terapi antibiotik normal, sehingga menyebabkan kavitas selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Seperti tipe aspergilosis lainnya, pasien dengan CNPA memiliki penyakit tertentu yang mendasarinya, yakni PPOK atau alkoholisme, dengan gejala yang meliputi demam, batuk, keringat malam, dan penurunan berat badan. Umumnya pasien yang menggunakan antibiotik atau antituberkulosis berkepanjangan tanpa respon pengobatan yang baik dapat menyebabkan paru menjadi rusak, nekrosis, hingga akhirnya terbentuk CNPA.
Terakhir, aspergilosis invasif mengalami gejala yang sangat bervariasi, yakni demam, batuk, sesak napas, nyeri pleura, dan kadang-kadang menimbulkan hemoptisis pada pasien dengan prolong neutropenia atau keadaan imunosupresi. Transplantasi organ yang paling sering menimbulkan aspergilosis ialah transplantasi sumsum tulang. Namun kadang aspergilosis juga ditemui pada pasien transplantasi organ padat semisal paru-paru, jantung, dan hepar. Sedangkan pasien leukemia dan limfoma sangat berpotensi mendapat aspergilosis karena terinduksi kemoterapi. Pascakemoterapi akan terjadi prolong neutropenia dengan gejala demam dan infiltrat di paru meskipun sudah dibom antibiotik. Dari CT-scan dan radiografi akan terlihat pola yang khas, yakni nodul, infiltrat dengan kavitas, serta infiltrat.
Secara umum gejala klinis aspergilosis tidak ada yang khas, pasien ABPA mungkin akan mengalami demam, batuk berdahak, dengan mengi pada auskultasi. Pasien dengan aspergilosis invasif dan CNPA selain mengalami demam juga sering batuk berdahak. Khusus pengidap aspergilosis invasif akan mengalami takipneu dan hipoksemia berat. Penderita aspergiloma akan mengalami gejala sesuai penyakit yang mendasarinya, namun gejala yang paling sering ialah hemoptisis. Secara umum, gejala klinis dan hasil lab semua jenis aspergilosis akan sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
PATOGENESIS
Aspergilosis diawali oleh salah satu sebab, yaitu terperangkapnya miselia Aspergillus spp dalam plug mukus penderita asmaatau kolonisasi Aspergillus spp pada saluran pemafasan(bronchial tree) penderita asma. Material antigenik dari Aspergillus spp tersebut merangsang produksi antibodi IgE, IgG, IgAdan mensensitisasi limfosit. Asma bronkial pada sebagianABPA melibatkan degranulasi sel mast dan melepaskan IgEyang mengakibatkan peningkatan resistensi jalan udara. Terjadinya bronkiektasis yang dikaitkan dengan kelainan inididuga akibat pembentukan kompleks-imun di dalam jalanudara proksimal. Reaksi tanggap-kebal (immune-response) ini
dapat dilihat pada individu-individu yang terpapar antigen.
Bila dilakukan penyuntikan antigen secara intradermalpada sekelompok penderita, maka akan menyebabkan reaksiindurasi dan kemerahan. Dari percobaan ini diketahui bahwalebih dari separuh penderitanya memberikan respons terhadapantigen yang disuntikkan. Kemudian akan timbul reaksi Arthusdengan adanya edema dan eritema. Reaksi ini biasanya timbulsetelah 3 jam penyuntikan dengan puncak reaktivitas pada jamke-8 dan resolusinya terjadi dalam 24 jam. Berdasarkan studi imunofluorensi terhadap biopsi kulit dari penderita tersebut diatas ternyata menunjukkan deposisi IgG, IgM, IgA dan komplemen.
Pada keadaan lain, pemberian inhalasi antigen secara dini pada penderita menyebabkan bronkokonstriksi akut. Sedangkan terjadinya reaksi lambat dari paru dimulai kirakira 10 jam setelah inhalasi antigen itu dan berakhir setelah 13 hari. Hal
ini dikaitkan dengan gejala-gejala konstitusional, termasuk demam, malaise dan anoreksia. Reaksi lambat tersebut berupa peningkatan resistensi jalan udara dan dapat pula disertai wheezing. Reaksi lambat ini tidak responsif . terhadap
pemberian bronkodilator. Akan tetapi keadaan itu dapat dihambat dengan pemberian kortikosteroid. Dari bukti tersebut diketahui bahwa antigen yang menyebabkan reaksi Arthus pada kulit sepadan dengan antigen yang menyebabkan reaksi lambat pada paru. Bila rekuren, akan mengakibatkan bronkiektasis proksimal yang menetap.
Pada beberapa penderita telah dibuktikan pula bahwa penyakit saluran pernafasan tersebut disebabkan oleh hiper- sensitivitas lambat (delayed hypersensitivity). Spesimen biopsy paru pada penderita-penderita ini menunjukkan granuloma dan
sebukan (infiltrasi) sel mononukleus dalam jaringan peribronkial Jadi patogenesis ABPA ini tergantung pada reaksi imunologik tipe I dan III dan mungkin pula tipe IV
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
Jika memungkinkan, bisa diambil jaringan terinfeksi untuk dibuat biakan di laboratorium. Memerlukan waktu beberapa hari untuk tumbuhnya jamur sehingga bisa diidentifikasi, tetapi pengobatan harus segera diberikan karena penyakit ini bisa berakibat fatal.
PENGOBATAN
Alumunium asetat (larutan Burow) digunakan untuk membersihkan saluran telinga yang terinfeksi. Aspergiloma biasanya diangkat melalui pembedahan.
Alumunium asetat (larutan Burow) digunakan untuk membersihkan saluran telinga yang terinfeksi. Aspergiloma biasanya diangkat melalui pembedahan.
Obat anti jamur, seperti amfoterisin B, biasanya diberikan melalui infus.
Obat pilihan lainnya adalah ketokonazol dan itrakonazol yang diberikan per-oral (melalui mulut) pada infeksi jaringan yang lebih dalam.
Obat pilihan lainnya adalah ketokonazol dan itrakonazol yang diberikan per-oral (melalui mulut) pada infeksi jaringan yang lebih dalam.
penatalaksanaan
Radiologi
Perubahan-perubahan radiologik pada ABPA dapat bersifat sementara atau menetap.Perubahan-perubahan radiologik yang bersifat sementara dapat menunjukkan paru yang bersih dengan atau tanpa pemberian kortikosteroid. Gambaran ini terjadi oleh karena timbulnya infiltrat pada lobus bagian atas, sumbatan mukoid atau sekret dalam bronki yang mengalmi kerusakan. Pola radiologik tersebut dapat menyerupai
tuberkulosis, infeksi jamur lain atau fibrosis kistik
Umumnya gambaran radiologik yang bersifat sementara itu terdiri dari : (1) infiltrat perihiler yang menyerupai adenopati, (2) air fluid level bronki sentral yang mengalami dilatasi terisi cairan dan debris, (3) konsolidasi homogen masif unilateral
atau bilateral, (4) infiltrat radiologik, (5) bayangan tooth paste yang ditimbulkan oleh sumbatan mukoid pada bronki yang mengalami kerusakan, (6) bayangan glove finger dari bronki distal yang tertutup oleh sekresi dan (7) bayangan tramline, yang terdiri atas bayangan hairline paralel yang melebar dari hilum dan terjadi karena edema dinding bronkus. Gambaran radiologik yang menetap terjadi dari bronkiektasis proksimal, berupa bayangan-bayangan garis sejajar dan bayangan- bayangan cincin. Bayangan-bayangan garis sejajar merupakan bayangan tramline yang diperbesar akibat bronkiektasis. Sedangkan bayangan cincin adalah bronki yang mengalami
dilatasi yang terlihat dari depan (en face)
. Fibrosis paru juga merupakan kelainan yang menetap. Gambaran radiologik normal pam belum dapat me- ngesampingkan diagnosis ABPA. Apalagi kalau dugaan ABPA
eukup tinggi, maka sebaiknya dilakukan tomografi atau bronkografi. Bronkografi tersebut harus dilakukan terutama pada penderita-penderita tersangka ABPA
. Beberapa gambaran radiologik ABPA lanjut menunjukkan kavitasi, emfisema
lokal, lobus atas yang mengkerut dan fibrosis sarang lebah. Kadang-kadang terlihat kolaps pam total yang terjadi sekunderakibat sumbatan mukoid pada bronk utama. Pneumotoraksdapat pula ditemukan pada ABPA yang sudah lanjut (faradvanced), terutama bila terlihat adanya bula di dalam pam,namun hal tersebut jarang terjadi.
Laboratorium
Penderita-penderita ABPA memperlihatkan reaktivitas kulit wheal dan flare (reaktivitas kulit yang cepat) terhadap antigen A. fumigatus (Af). Kira-kira sepertiganya memiliki reaktivitas kulit bifasik. Bila dilakukan biopsi pada penderita
dengan reaksi lambat (48 jam), akan menunjukkan adanya IgG, IgM, IgA dan C3 yang menyokong reaksi Arthus (tipe III). Penderita biasanya memiliki antibodi presipitating ter- hadap Af selama stadium akut ABPA. Lebih kurang 25% penderita asmatik tanpa ABPA menunjukkan reaktivitas kulit yang cepat terhadap Af dan 10% memperlihatkan antibody presipitating positif terhadap Af. Oleh karena itu parameter
tersebut tidak spesifik untuk ABPA. Biakan dahak positif berulang terhadap Af sangat membantu diagnosis, meskipun bukan gambaran patognomonik ABPA. Eosinofili darah perifer khas terlihat pada penderita-penderita yang tidak diobati, tetapi tidak meninggi pada penderita penderita yang memperoleh kortikosteroid untuk
mengendalikan asmanya.