HERPES ZOSTER

.
KONSEP DASAR
A.  DEFINISI
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air). Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.

B.  ETIOLOGI
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.

C.  PATOFISIOLOGI
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.
Perkembangan herpes zoster.
(1) berubah menjadi lepuh 
(2). Lepuh mengisi dengan getah bening , membuka
(3), kerak di atas
(4), dan akhirnya menghilang.
 (5), neuralgia Postherpetic kadang-kadang dapat terjadi karena kerusakan saraf        
      
D.  DIAGNOSIS
Jika ruam muncul, mengidentifikasi penyakit ini (membuat diagnosis diferensial ) hanya memerlukan pemeriksaan visual, sejak beberapa penyakit yang sangat menghasilkan ruam dalam pola dermatomal (lihat peta) . Namun, virus herpes simpleks (HSV) kadang-kadang dapat menghasilkan ruam dalam seperti pola. The Pap Tsanck sangat membantu untuk mendiagnosis infeksi akut dengan virus herpes, tapi tidak membedakan antara HSV dan VZV. [22]
Ketika ruam tidak hadir (di awal atau akhir penyakit, atau dalam kasus herpete sinus zoster), herpes zoster bisa sulit untuk mendiagnosa. [23] Selain dari ruam, gejala yang paling dapat terjadi juga pada kondisi lainnya.
Uji laboratorium yang tersedia untuk mendiagnosa herpes zoster. Ujian paling populer khusus mendeteksi VZV IgM antibodi dalam darah; ini hanya muncul selama cacar air atau herpes zoster dan tidak sementara virus ini terbengkalai. Dalam laboratorium yang lebih besar, getah bening dikumpulkan dari melepuh diuji oleh reaksi berantai polimerase untuk VZV DNA, atau diperiksa dengan mikroskop elektron untuk partikel virus. 
Dalam penelitian terbaru, sampel lesi pada kulit, mata, dan paru-paru dari 182 pasien dengan herpes simpleks atau herpes zoster dianggap diuji dengan PCR real-time atau dengan kultur virus . Dalam perbandingan ini, budaya terdeteksi virus VZV dengan hanya 14,3% sensitivitas , meskipun tes ini sangat spesifik ( spesifisitas = 100%). Sebagai perbandingan, PCR real-time menghasilkan sensitivitas 100% dan spesifisitas. Secara keseluruhan pengujian untuk herpes simpleks dan herpes zoster dengan PCR menunjukkan 60,4% peningkatan dari kultur virus.

E.  TANDA DAN GEJALA
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah thorakal. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama. Sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa.
Sebelum timbul gejala kulit terhadap gejala prodromal baik sistemik seperti demam, pusing, malaise maupun lokal seperti nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan sebagainya. Setelah timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pastala dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah yang disebut herpes zoster haemoragik dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.
Massa tunasnya 7-12 hari. Massa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kurang lebih 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga  dijumpai pembesaran kelenjar geth bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persyarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus atas nervus fasialis dan otikus.
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang-cabang pertana nervus trigeminus. Sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasalis dan otikus sehingga menyebabkan pengelihatan ganda paralisis otot muka (Paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persyarafan, tinnitus vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan. Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsnug dalam waktu yang singkat dan kelainan kulit hanya berupa vesikel dan eritema. Pada Herpes Zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan  segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisa berupa vesikel yang solitar dan ada umbilikasi. Nauralgia pasca laterpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Hal ini cenderung dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun.

F.  PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti banyak

G. KOMPLIKASI
Pada usia lanjut lebih dari 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca herpetik.
Komplikasi Herpes zoster
  1. Neuralgia Pasca Herpes zoster (NPH) merupakan nyeri yang tajam dan spasmodic (singkat dan tidak terus – menerus) sepanjang nervus yang terlibat. Nyeri menetap di dermatom yang terkena setelah erupsi.
  2. Herpes zoster menghilang, batasan waktunya adalah nyeri yang masih timbul satu bulan setelah timbulnya erupsi kulit. Kebanyakan nyeri akan berkurang dan menghilang spontan setelah 1–6 bulan
  3. Gangren superfisialis, menunjukan Herpes zoster yang berat, mengakibatkan hambatan penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
  4. Komplikasi mata, antara lain : keratitis akut, skleritis,  uveitis,  glaucoma sekunder, ptosis, korioretinitis, neuritis optika dan paresis otot penggerak bola mata.
  5. Herpes zoster diseminata / generalisata
  6. Komplikasi sitemik, antara lain : endokarditis, menigosefalitis, paralysis saraf motorik, progressive multi focal leukoenche phatopathy dan angitis serebral granulomatosa disertai hemiplegi (2 terkahir ini merupakan komplikasi herpes zoster optalmik).

H.  PENATALAKSANAAN
Terapi sistemik umumnya bersifat simtonatik, untuk nyerinya diberikan analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
Pada herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral atau imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat diberikan pada penderita dengan defisiensi imunitas.
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya parasialis. Terapi seirng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion.
Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.
Pengobatan
1. Pengobatan topical
·  Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untukmencegah vesikel pecah
·   Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit
·   Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari
2. Pengobatan sistemik
Drug of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic neuralgia.
Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara – A, Vira – A) dapat diberikan lewat infus intravena atau salep mata.
Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif namun penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan respon immune.
Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin diberikan untuk menyembuhkan priritus.


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

  1. Data Subyektif
  • Demam, pusing, malaise, nyeri otot-tulang, gatal dan pegal, hipenestesi.

  1. Data Obyektif
  • Eritema, vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah, dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan aleus dengan penyembuhan berupa sikatrik.
  • Dapat pula dijumpai pembesaran kelenjar lympe regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermafonal sesuai dengan tempat persyarafan.
  • Paralitas otot muka

  1. Data Penunjang
  • Pemeriksaan percobaan Tzanck ditemukan sel datia berinti banyak.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus
  2. Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah
  3. Cemas s.d adanya lesi pada wajah
  4. Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus

C. INTERVENSI
No
Diagnosa
Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Rencana Keperawatan
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus, ditandai dengan :
DS : pusing, nyeri otot, tulang, pegal
DO: erupsi kulit berupa papul eritema, vseikel, pustula, krusta
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi setelah tindakan keperawatan
Kriteria hsil :
Rasa nyeri berkurang/hilang
Klien bias istirahat dengan cukup
Ekspresi wajah tenang
·       Kaji kualitas & kuantitas nyeri
·       Kaji respon klien terhadap nyeri
·       Jelaskan tentang proses penyakitnya
·       Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
·       Hindari rangsangan nyeri
·       Libatkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang teraupeutik
·       Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program
2.
Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah, ditandai dengan :
DS : -
DO: kulit eritem vesikel, krusta pustula
Tujuan :
Integritas kulit tubuh kembali dalam waktu 7-10 hari
Kriteria hasil :
Tidak ada lesi baru
Lesi lama mengalami involusi
·       Kaji tingkat kerusakan kulit
·       Jauhkan lesi dari manipulasi dan kontaminasi
·       Kelola tx topical sesuai program
·       Berikan diet TKTP
3.
Cemas s.d adanya lesi pada wajah, ditandai dengan :
DS : klien menyatakan takut wajahnya cacat
DO : tampak khawatir lesi pada wajah
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas akan hilang/berkurang
Kriteria hasil :
Pasien merasa yakin penyakitnya akan sembuh sempurna
Lesi tidak ada infeksi sekunder
·       Kaji tingkat kecemasan klien
·       Jalaskan tentang penyakitnya dan prosedur perawatan
·       Tingkatkan hubungan teraupeutik
·       Libatkan keluarga untuk member dukungan
4.
Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus
Tujuan :
Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran penyakit
·       Isolasikan klien
·       Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya
·       Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung
·       Jelaskan pada klien/keluarga proses penularanny



DAFTAR PUSTAKA


http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/herpes-zoster-atau-dampa.html