HALUSINASI

.

A. KONSEP DASAR HALUSINASI

1.    PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu masalah yang mungkin ditemukan dari masalah persepsual pada skizofrenia., dimana halusinasi tersebut merupakan sebagai pengalaman atau kesan sensori yang tanpa adanya stimulus pada panca indera. Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Klien skizofrenia dan psikotik lain 20% mengalami campuran halusinasi pendengaran dan penglihatan. (Stuart,G.W, Sundeen,S.J, ;2005).
Halusinasi termasuk gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Maramis,2005). Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami melalui panca indra tanpa stimulus eksteren (persepsi palsu). Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.
Halusinasi penglihatan (visual) yaitu pasien melihat banyangan yang tidak berhubungan dengan stimulasi nyata dan orang lain tidak melihatnya. Paling sering dijumpai dapat bayangan orang, berupa kilatan cahaya,  gambar mulai yang tidak jelas sampai sangat jelas yang tidak mempunyai arti tetapi  dapat juga terlihat sebagai sebuah bayangan yang bermakna . Biasanya bayangan itu sangat menakutkan sehingga tidak jarang klien bertengkar dan berdebat dengan bayangn tersebut. Bayangan tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh atau dekat, atau bahkan mungkin datang dari setiap bagian tubuhnya. Bila bayangan itu sangat menakutkan pada fase halusinasi tingkat sedang  biasanya klien berdebat akan tetapi bila halusinasinya telah menguasai  tidak  jarang melakukan tindakan kekerasan misalnya membunuh, merusak lingkungan.

    2. PSIKODINAMIKA
Gangguan orientasi realita adalah ketidak mampuan klien menilai dan merespon pada realitas.Gangguan ini disebabkan karena kerusakan fungsi otak yaitu fungsi kognitif dan proses pikir, persepsi, emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial. Gangguan ini umumnya ditemukan pada skizophrenia dan psikotik lain.Klien tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan,klien tidak mampu merespon secara akurat, sehingga tampak prilaku yang sukar di mengerti dan mungkin perilaku yang sangat menakutkan.
Dalam kehidupan setiap orang pasti mempunyai masalah dapat dikatakan kapan dan dimanapun stress pasti ada. Menurut teori setiap orang dapat saja terganggu jiwanya, asal saja stress itu cukup besar, cukup lama atau spesifik bagaimanapun stabilnya kepribadian dan emosinya. Dengan demikian kepribadian sama  halnya alat mekanik, dapat  mengalami kerusakan bila  mendapat beban yang melampuai kapasitasnya. Apabila masalah atau stress itu sulit untuk dipecahkan maka akan membuat merasa takut, merasa cemas, dan pikiran yang tidak menentu sehingga pikirannya itu terlalu terpokus pada masalah itu. Dan perasaan seperti itu merupakan hal yang biasa yang terjadi dalam kehidupan manusia .Masalah dapat timbul apabila dalam cara pemikiran terhadap suatu masalah sudah melampaui batas atau terlalu jauh sehingga akan memusatkan pikiran dan perhatian tanpa memikirkan  atau melihat pada hal lain dalam kehidupanya. Sehingga akan terlena pada masalah-masalah yang ada dalam pikirannya itu dan bisa terjadi gangguan orientasi realita salah satunya adalah halusinasi visual. Pada klien ini memperlihatkan sering menyendiri, berbicara sendiri, tertawa sendiri, kadang - kadang terlihat seperti ketakutan dan sulit untuk membuat keputusan. (Stuart,G.W, Sundeen,S.J, ;2005)

3.    KARAKTERISTIK PRILAKU KLIEN HALUSINASI
a.    Bicara, senyum, tertawa sendiri.
b.    Mengatakan mendengar suara yang tidak nyata.
c.    Merusak diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
d.    Tadak bisa membedakan hal yang nyata atau tadak nyata.
e.    Tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi
f.     Pembicaraan kacau atau tidak masuk akal
g.    Sikap curiga dan bermusuhan
h.    Menarik diri, menghindar dari orang lain
i.      Sulit mengambil keputusan
j.      Ketakutan
k.    Tidak dapat melakukan aktifitas kegiatan sehari-hari.
l.      Mudah tersinggung, jengkel, marah.
m.   Menyalahkan diri sendiri atau orang lain
n.    Muka merah kadang pucat, tekanan darah meningkat, nafas cepat.
o.    Ekspresi wajah tegang.
p.    Nadi cepat,berkeringat banyak

4.  RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS

Gbr. 2.1 Rentang Respon Neurobilogik


Respon Adaftif                                                                      Respon Maladaftif




                   

-      Pikiran Logis
-      Persepsi akurat
-      Emosi konsisten pengalaman
-      Prilaku sesuai
-          Pikiran kadang
      menyimpang
-          Ilusi
-          Reaksi emosional berlebihan/berkurang
-          Perilaku ganjil tidak biasa
-          Gangguan proses pikir                                                          waham
-          Halusinasi
-          Ketidak mampuan untuk mengalami emosi
-          Perilaku yang tidak terorganisir
-          Isolasi sosial
Sumber : Stuart,G.W, Sundeen,S.J, ;2005
Jika perawat menemukan respon maladaptive maka rencana tindakan keperawatan adalah membantu klien mengembangkan perilaku adaptif.

5.    PATHOFLOW HALUSINASI
Halusinasi berkembang melalui 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya.  Pathofisiologi terjadinya halusinasi adalah :



Halusinasi berkembangan dalam empat fase, tabel 2.1 memperlihat fase, karakteristik dan perilaku halusinasi (Stuart,G.W, Sundeen,S.J, ;2005,; 424) ).
Tabel 2.1. Fase-Fase Terjadinya Halusinasi

Tahap

Karakteristik

Perilaku klien

Fase I : Comforting
Ansietas Sedang
Halusinasi menyenangkan
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, ketakutan dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani. Nonpsikotik
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai .Menggerakkan bibir tanpa suara Pergerakan mata cepat
Respon verbal yang lambat jika sedang asyik
Diam dan asyik


Fase  II :
Condemning Ansietas Berat
Halusinasi menjadi menjijikkan
Pengalaman sensori menjadi menjijikkan dan menakutkan
Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Psikotik ringan
Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
Rentang perhatian menyempit
Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.

Tahap

Karakteristik

Perilaku klien

Fase III
Controlling Ansietas Berat
Pengalaman sensori menjadi berkuasa.
Klien berhenti meelakukan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Psikotik
Kemauan yang dikendalikan halusinasi aka lebih diikuti.
Kesukaran berhubungan dengan orang lain.Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
Fase IV :
Conquering
Panik
Umumnya menjadi melebar dalam halusinasi.
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi.
Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik
 (Psikotik).

Perilaku terror akibat panik.
Potensi kuat suicide atau homicide
Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia.
Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks.
Tidak mampu berespon lebih dari satu orang



6.  DAMPAK TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
a.  Kebutuhan nutrisi
Pada klien halusinasi dengar intake nutrisi berkurang karena klien cenderung menyendiri dan tidak dapat melakukan ADL sehingga nutrisi tidak adekuat.
b.  Kebutuhan istirahat tidur
Pada klien yang halusinasi visual terutama pada saat sendiri / menjelang tidur biasanya muncul bayangan-bayangan yang akan menggangu klien sehingga mengakibatkan klien menjadi susah tidur dan kebutuhan istirahat terganggu.
c.  Kebersihan diri
Perilaku menyendiri merupakan gejala halusinasi. Hal ini menyebabkan perhatian dan kerapihan, kebersihan diri kurang sehingga klien menjadi kotor dan bau karena perhatian terhadap dirinya berkurang.
d.  Kebutuhan rasa aman
Timbulnya halusinasi dengan merupakan suatu gangguan sehinggan akan menimbulkan stress dan kecemasan yang meningkat dan klien akan merasa tidak aman.
  e. Kebutuhan mencintai dan dicintai
 Dengan adanya bayangan yang sulit di mengerti menyebabkan kesulitan  dalam menjalani hubungan interpersonal, termasuk hubungan mencintai dan dicintai.
f.    Kebutuhan sosialisasi
Sosialisasi sangat penting untuk hubungan manusia yang akan terjalin apabila ada hubungan timbal balik yang positif. Dengan adanya halusinasi dengan hubungan sosialisasi akan terhambat.
g.  Kebutuhan spritual  
Adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi dan tidak mampu menyelesaikan masalah menyebapkan frustasi dan akhirnya terpaku memikirkan masalahnya tanpa memikirkan hal-hal lain termasuk malas beribadah dan tidak percaya terhadap keyakinannya sehingga kebutuhan spritual terganggu.


B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI

1.    PENGKAJIAN
a.    Pengumpulan data
1)     Identitas klien terdiri dari nama, umur,agama pendidikan, pekerjaan status marital suku/bangsa,tanggal pengkajian, dan alamat;
2)    Identitas penanggung jawap/kepala keluargaterdiri dari nama, umur agama pekerjaan,  hubungan dengan klien, alamat
b.    Faktor presipitasi
Abnormalitas otak yang meyebabkan respon neurobiologik yang maladaftif :
1)    Penelitian pencitraan otak.Lesi pada area frontal, temporal dan limbic.
2)    Dompamine  neurotransmitter yang berlebihan
3)    Ketidak seimbangan antara dopamine dan neurottransmitter lain
4)    Masalah - masalah pada sistem reseptor dopamine
5)    Penelitian  pada keluarga yang memiliki anak kembar
6)    Anak yang di adopsi
7)    Kembar identik yang di besarkan secara  terpisah
c.    Faktor predisposisi
1)    Biologis, gangguan perkembangan dan pungsi otak/system saraf pusat dapat menimbulkan gangguan orientasi realita, seperti trauma kepala.
2)    Hambatan perkembangan otak khususnya kortek prontal , temporal dan limbik.Gejala : hambatan dalam belajar berbicara daya ingat, prilaku menarik diri, dan kekerasan.
3)    Pertumbuhan  dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus dan anak – anak.
4)    Psikologis, sikap atau keadan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realita adalah penolakan dan kekerasan di kehidupan klien. Penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh,teman ,cemas, tidak sensitive, over protected, pola asuh pada masa kanak- kanak yang tidak adekuat.
5)    Sosial budaya, kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan sosial ) kehidupan yang terisolasi, stress yang menumpuk dapat menyebabkan terjadinya gangguan orientasi realita.
d.    Pengkajian fisik
1)  System integumen, klien dengan gangguan halusinasi penglihatan biasanya mengalami gangguan dalam melakukan perawatan diri.
2)  System cardiovaskuler, biasanya mengalami peningkatan tekanan darah dan nadi cepat.
3)  System pengindraan, biasanya mengalami gangguan persepsi sensori. Halusinasi pendengaran dan penglihatan umum terjadi, sedangkan halusinasi penciuman, perabaan dan pengecapan dapat juga terjadi.
4)  Tanyakan bagaimana cara klien memenuhi kebutuhan tidur, kemungkinana adanya lesu, kesulitan tidur atau gelisah.
e.  Status mental
1)    Penampilan, cara berpakaian biasanya tidak rapih, kontak mata biasanya menghindar, cara berbicara lambat.
2)    Status emosi, biasanya labil.
3)    Sensori dan kognisi, orientasi biasanya masih mengenal orientasi biasanya masih mengenal orientasi terhadap orang, waktu,dan tempat
4)    Tingkat konsentrasi,tampak gangguan konsentrasi karena klien dengan gangguan orentasi realita tidak bisa membedakan antara kenyataan dan khayalan .
5)    Kemampuan menyelesaikan masalah, biasanya mengalami kesulitan dan kurang mampu mengambil keputusan.

f.  Psikososial
1).  Konsep diri :
a).   Body image, biasanya klien acuh tak acuh dan tidak memikirkan keadannya
b).   Identitas diri , biasanya klien tidak memikirkan jenis kelaminya.
c).   Harga diri, pada klien dengan gangguan orientasi realita akan merasa rendah diri.
d).   Ideal diri biasanya sukar menjelaskan tugas dan pekerjanya.
e).   Peran diri biasanya peran yang di inginkan klien tidak mampu melakukan apa-apa. 
2). Hubungan sosial  memperlihatkan prilaku menarik diri sehingga dapat terjadi gangguan interaksi sosial
g.  Perencanaan klien pulang
Setelah pulang dari RSJ dengan siapa klien tinggal , rencana klien berkaitan dengan obat, kontrol pekerjaan yang akan di lakukan dan aktivitas waktu luang.

2.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
     Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak diri lingkungan. Klien kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan.
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga mengalami masalah-masalah keperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi. Masalah-masalah itu antara lain harga diri rendah dalam Isolasi sosial ( Stuart dan Laraia, 2001). Akibat rendah diri dan kurangnya keterampilan berhubungan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya.
Dari masalah-masalah tersebut maka dapat disusun pohon masalah sebagai berikut  :
a.    Risiko mencederai diri .orang lain dan lingkungan
b.    Gangguan persepsi sensoris : halusinasi visual
c.    Gangguan hubungan sosial : menarik diri/  curiga
d.    Perubahan konsep diri : harga diri rendah
e.    Defisit perawatan diri
f.     Gangguan komunikasi verbal

3.    INTERVENSI
Tujuan asuhan keperawatan klien halusinasi adalah klien dapat  mengontrol halusinasi yang dialami oleh klien. Tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
1.    Klien dapat membina hubungan saling percaya
2.    Klien dapat mengenal halusinasinya
3.    Klien dapat mengontrol halusinasinya
4.    Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5.    Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinasi.

4.    IMPLEMENTASI
Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya  dengan klien. Saling percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk memperoleh rasa aman dan nyaman untuk menceritakan pengalaman halusinasinya sehingga informasi tentang halusinasinya dapat komprehensif. Untuk itu perawat harus memulai memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak asuhan keperawatan, memperlihatkan sikap sabar, penerimaan yang tulus dan aktif mendengar. Hindari menyalahkan atau respon tertawa saat klien menceritakan pengalaman aneh yang menggelikan.
Setelah hubungan saling percaya terbina perawat melakukan intervensi untuk membantu klien mengenal halusinasinya. Klien difasilitasi untuk menyadari bahwa  pengamalan anehnya tersebut sebagai suatu hal yang harus diatasi. Untuk menyadarkan klien perawat harus menghindari men-judgement bahwa persepsi klien salah. Perawat harus berupaya membawa klien pada kesadaran bahwa halusinasi sebagai riil tanpa menyalahkan klien. Untuk itu perawat  dapat mengatakan bahwa ia sepenuhnya mengerti dan percaya bahwa klien mengalami pengalaman aneh tersebut, namun harus juga dikatakan bahwa perawat tidak mengalami atau mendengar halusinasi klien.
Membantu klien mengenal halusinasinya  dapat juga dilakukan dengan berdiskusi dengan klien tentang isi, waktu dan frekuensi halusinasinya, serta apa  yang  klien lakukan jika halusinasi itu muncul.Klien dibantu mengenali peristiwa atau kejadian apa yang dialami sebelum halusinasi itu muncul. Apakah klien mengkomsumsi obat-obat atau zat tertentu yang sifatnya halusiogenik. Klien juga perlu dibantu untuk menceritakan perbedaan kondisinya saat mengalami  halusinasi dengan saat sebelum atau sesudah mengalami pengalaman  berhalusinasi. Bantu klien menguraikan  pikiran dan perasaan serta perilakunya berkaitan dengan saat berhalusinasi. Klien difasilitasi untuk menyadari apa kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga muncul dalam bentuk haluisinasi atau pengaruh halusinasi terhadap aktivitas kesehariannya. Dengan berbagai tindakan ini diharapkan klien akan mengenal halusinasi sebagai masalah yang perlu diatasi sehingga akan termotivasi untuk melakukan tindakan atau terafi mengontrol halusinasinya.
Setelah klien menyadari halusinasinya masalah yang harus diatasi adalah klien dilatih untuk mengontrol halusinasi yang dialami. Perawat akan menjelaskan bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif untuk mengatasinya. Proses ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasinya. Bila ada beberapa usaha yang telah dilakukan klien telah dilakukan untuk mengatasinya, perawat  kemudian mendiskusikan efektifitas dari cara tersebut. Cara efektif bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak tidak efektif perawat membantu klien dengan cara yang baru. Terdapat beberapa cara untuk mengontrol halusinasi yang dapat dilatihkan kepeda klien yaitu :
a.    Menghardik halusinasi. Halusinasi adalah proses internal tanpa adanya stimulus eksternal. Untuk mengatasainya, klien harus berusaha melawan secara internal juga. Klien dilatih untuk mengatakan “ saya tidak mau dengar atau tidak mau lihat (sesuai dengan jenis halusinasi  klien). Hal  ini dipraktekkan oleh perawat dan kemudian meminta klien melakukan redemonstrasi, minta klien untuk melakukan cara tersebut setiap muncul halusinasinya.
b.    Berinteraksi dengan orang lain. Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya dengan meningkatnya intensitas interaksi sosialnya, klien dapat memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal penting ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber pencetus halusinasi.
c.    Beraktivitas secara teratur dengan menyusun jadual kegiatan aktifitas sehari-hari (AKS). Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan baik sehingga klien lebih banyak melamun sehingga stimulus eksternal berkurang, klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk itu klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan sehari-hari dari pagi sejak bangun sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan bermanfaat. Jadual ini dibuat bersama  dengan klien, penting untuk menyesuaikan kemampuan klien dan kegiatan sehari-hari yang biasanya dilakukan orang. Perawat memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu untuk melamun dan memikirkan hal-hal yang menyakitkan.
d.    Menggunakan obat. Munculnya halusinasi akibat adanya ketidakseimbangan neurotransmitter di syaraf (dopamin, serotonin ). Untuk itu klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasinya, serta bagaimana mengkomsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakuan dengan materi 5 benar dalam menggunakan obat agar klien patuh untuk menjalankan program terafi secara tuntas dan teratur. Hal ini penting karena klien akan menjalani program terapi jangka panjang, sehingga kekambuhan akibat kebosanan atau karena tidak teraturnya minum obat dapat dicegah.Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaiaman penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Tujuan akhir dari perawatan klien adalah mengembalikan klien kekeluarganya atau kelingkungan sosialnya . Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem dimana klien berasal. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat oleh keluarga klien bisa kembali mengalami kekambuhan.Kedua halusinasi salah satu gejala psikosis yang bisa berlangsung lama (kronik), sekalipun klien dipulangkan ke rumah mungkin masih dapat mengalami halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan halusinasi diharapkan keluarga dapat menjadi “terafis”  setelah klien kembali kerumah. Untuk mengendalikan halusinasi, biasanya dokter memberikan psikofarmaka. Untuk itu selain terapi  keperawatan, perawat jiga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan psikofarmaka secara tepat. Prinsip 5 benar harus menjadi fokus utama dalam pemberian obat. Bila pengendalian dengan obat ini telah berhasil, terapi keparawatan akan dapat diterapkan lebih optimal.

5.    EVALUASI KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi dengan cara yang efektif  yang dipilihnya. Klien juga diharapkan sudah mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan mengingat sifat penyakitnya yang kronis.
Evaluasi asuhan keperawatan berhasil jika keluarga klien juga menunjukkan kemampuan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien mengatasi masalah gangguan jiwanya. Kemampuan merawat di rumah dan menciptakan lingkungan kondusif bagi klien di rumah menjadi ukuran keberhasilan asuhan keperawatan disamping pemahaman munculnya gejala-gejala relaps.


SUMBER :
Friedman, Marilyn M., (1998), Keperawatan Keluarga – Teori dan Praktek,   (Edisi 2), EGC,Jakarta
Hawari; (2003).,Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizophrenia., FK-UI; Jakarta
Maramis.W.F. (2005), Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya, Airlangga University Press.
Marcia .S.,Ruth N. Knollmueler. Alih Bahasa G.Prasada, (1998). Keperawatan Komunitas & Kesehatan rumah, Jakarta.EGC
Stuart,G.W, Sundeen,S.J, (2005), Keperawatan Jiwa, ed-3, jakarta,EGC